Geger Karena Dikira Santet

Diposting oleh Mystery Kid | 23.55 | | 1 komentar »

Medan - Kubu Sembelang sempat menjadi desa hantu. Sebagian warga pergi mengungsi. Sekalipun ada yang tinggal mereka lebih memilih berdiam diri di dalam rumah. Tidak ada orang luar yang berani datang ke desa tersebut. Bahkan angkutan umum yang biasa melintas tidak lagi berani melewati dan mengangkut warga Sembelang. Mereka takut terkena penyakit aneh yang datang tiba-tiba ke desa tersebut.

Alhasil, peristiwa yang terjadi pertengahan 2006 ini langsung melumpuhkan perekonomian desa yang berjarak 80 kilometer dari Medan, Sumatera Utara. Ladang-ladang tidak lagi digarap. Karena hasil tanam mereka tidak diterima di pasar. Akhirnya penduduk yang tetap bertahan, lebih memilih berdiam diri di rumah dengan harap-harap cemas.

Pengucilan yang terjadi di Desa Semebelang bermula ketika Puji Ginting, perempuan berusia 45 tahun meninggal dunia secara mendadak 4 Mei 2006. Lima hari berselang, anak laki-laki Puji yang bernama Roy (19) juga meninggal dunia setelah dirawat di RSU Kabanjahe, di Kabanjahe ibukota Karo.

Sehari kemudian, giliran adik perempuan Puji, Anta Ginting (29) yang meninggal dunia. Dua hari berikutnya Boni (18), anak laki-laki Puji yang lain juga meninggal dunia. Ternyata duka belum juga mereda. Secara bergantian keluar Puji meregang nyawa. Beberapa hari kemudian dua keponakan Puji, Rafael Ginting (8) dan Breinata Tarigan (1,5) meninggal dunia. Yang terakhir giliran Dowes
Ginting, adik kandung Puji yang meninggal.

Kematian keluarga Puji Ginting yang mendadak dan secara beruntun akhirnya bikin geger Desa Sembelang. Awalnya mereka menduga kalau keluarga Puji Ginting terkena guna-guna alias ilmu santet. Sebab kematiannya begitu mendadak. Dan korbannya masih punya hubungan famili dekat.

Namun dari hasil pemeriksaan medis yang dilakukan menunjukkan, para korban umumnya mengalami radang paru-paru, batuk, nyeri otot, serta sel darah putih rendah. Kondisi ini mengarah pada gejala awal flu burung. Dan setelah darah para korban dibawa ke Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Departemen Kesehatan, Jakarta, ternyata mereka positif terinfeksi flu burung
atau Avian Influenza (AI).

Bagi Departemen Kesehatan, kematian keluarga Puji Ginting akibat flu burung merupakan cluster terbesar di Indonesia, bahkan di seluruh dunia. Buntutnya, Sumatera Utara kemudian dinyatakan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) flu burung. Nah,gara-gara statusnya yang "menyeramkan" ini, membuat masyarakat luar khawatir datang ke Simbelang, mereka takut tertular. Tidak itu saja,
hampir seluruh produk pertanian dan peternakan dari Simbelang ditolak di pasar. Desa Simbelang pun akhirnya terkucil.

Sekalipun telah ditetapkan sebagai daerah rawan flu burung, namun belum juga diketahui biang penyebaran virus tersebut. Sejumlah peneliti berdatangan. Spesimen suap kloaka ayam, serta sampel kotoran ayam diambil. Pupuk kandang juga ditelisik, terutama yang berada di sekitar rumah para korban.

"Hasilnya pada waktu itu tidak ada sampel yang positif flu burung," kata Indah Setiowati, Kepala Seksi Kesehatan Hewan dan Ikan Dinas Peternakan Karo kepada detikcom.

Meski belum jelas apa penyebabnya, ribuan ayam yang diternak warga Simbelang jadi tidak laku waktu itu. Padahal sebelumnya warga bisa menjual ayam dengan harga Rp 15 ribu per kilogram.

Untuk mengantisipasi kerugian yang lebih besar bagi warga, Bupati Karo DD Sinulingga sempat diundang ke desa untuk makan daging ayam. Namun kegiatan itu tidak mempan menghilangkan stigma Desa Simbelang sebagai sumber flu burung. Dan ayam-ayam potong dari Sembelang, dan sejumlah daerah di Kabupaten Karo, juga tidak diminati.

Pasca Simbelang, di beberapa kawasan lain di Karo memang sejumlah unggas ditemukan mati. Tapi berbeda dengan Simbelang, kali ini hasil penelitian menunjukkan sejumlah unggas positif flu burung. Itu sebabnya di sejumlah restoran di Karo tidak lagi menyajikan menu daging ayam waktu itu. "Kalau cerita kerugian, ya susah menghitungnya. Tetapi banyaklah," ujar Tarigan, salah seorang penjual ternak di Kabanjahe, Karo.

Caranta Perangin-angin (39), salah seorang warga Kubu Simbelang, awal Desember lalu mengatakan, terkucilnya Desa Simbelang merupakan kelemahan penanganan flu burung oleh pemerintah. Sebab beberapa hari setelah korban pertama meninggal dunia, tidak ada tindakan berarti, baik itu disinfektan terhadap ternak maupun penanganan medis bersifat pencegahan pada warga. Akibatnya korban yang meninggal cukup banyak.

Parahya lagi, informasi yang dilansir pemerintah juga simpang siur. Misalnya tentang sumber penularan, semula Menteri Kesehatan menyatakan bersumber dari pupuk kandang, lantas dianulir dengan pernyataan belum pasti. Masyarakat juga tidak mendapat informasi yang cukup tentang penyakit tersebut.

"Yang terjadi justru pemerintah lebih banyak berbicara di media massa. Masyarakat butuh penanganan yang besar, bukan publikasi besar-besaran yang menimbulkan persepsi buruk. Simbelang dituding sebagai sumber flu burung, padahal itu tidak pernah terbukti, sampai kini," ujar Caranta.

Akibatnya, kasus flu burung yang terjadi di Desa Simbelang, pertengahan 2006 silam, menjadi ironi. Kasusnya besar, korbannya banyak, namun sumber penyakitnya tidak diketahui.

Parahnya lagi, ketika warga sudah banyak yang menderita kerugian akibat dikucilkan selama 3 bulan, pemerintah akhirnya menyatakan tidak ada unggas di Simbelang yang terinfeksi flu burung. Semoga kondisi ini tidak terulang di daerah lain. (ddg/iy)

Related Posts by Categories



1 komentar

  1. Unknown // 26 Juni 2022 pukul 11.09